Cerita Gunung 3: Pendakian Gunung Lawu Part 1

Juli 10, 2020


Tahun kemarin, saya memutuskan pendakian kembali ke sebuah gunung di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Setelah dua tahun tidak naik gunung, saya pun bertekad naik gunung kembali. Kebetulan saat itu satu teman saya mengajak untuk melakukan pendakian ke sebuah gunung. Sebenarnya awal cerita itu dimulai oleh saya yang menanyakan jadwal pendakian ke teman saya. Saat itu saya menanyakan rencana dia untuk mendaki Gunung Ciremai. keinginan saya untuk menanjak ke gunung tersebut sangat kuat sekali, tetapi teman saya tidak memiliki rencana ke gunung tersebut. Teman saya justru mengajak saya untuk melakukan pendakian ke Gunung Rinjani. Saya yang merasa tidak cukup yakin dan kuat menolak ajakan tersebut. Beberapa minggu setelahnya, teman saya menghubungi saya kembali dengan ajakan yang sama, yaitu pendakian. Kali ini, teman saya mengganti gunung tujuan ke daerah Jawa. Ya! Gunung Lawu!

Jadwal pendakian dilakukan dua minggu kemudian setelah saya mendapatkan ajakan tersebut. Saya pun bergegas untuk menyiapkan diri, mulai peralatan hingga persiapan fisik. Selama itu saya melatih fisik dengan giat berlari setiap sore. Walaupun tidak setiap hari, saya masih tetap berlari untuk menguatkan fisik. Ini memang bukan gunung pertama saya, tapi hati tetap tidak boleh sombong. Alam itu penuh rahasia yang begitu mengejutkan. Persiapan diri menjadi bekal utama. Tidak boleh mempermainkan alam dengan rasa sombong yang begitu tinggi. Apalagi ini adalah gunung yang cukup tinggi di Jawa. Selain persiapan diri, saya juga mencari tahu melalui google, youtube, dan bertanya ke beberapa teman serta adik yang pernah mendaki di sini. Kebiasaan sebelum naik, saya selalu mencari tahu karakteristik dan jumlah pos yang ada di setiap gunung. Pantang sekali bagi saya untuk mencari tahu tentang hal-hal mistis. Saya yakin tidak hanya di gunung yang memiliki hal mistis. Di semua tempat jelas selalu ada cerita mistis karena Allah Swt., telah menciptakan manusia dan jin di bumi ini. Hal terpenting adalah menjaga diri, menghargai, dan menghormati ketika sedang berada di alam. Tidak boleh sombong apalagi menantang alam ataupun berkata kasar.

Akhirnya, hari keberangkatan pun tiba. Saya pergi ke rumah teman saya yang menjadi titik keberangkatan. Selain saya dan teman saya, ada tiga orang lagi yang juga ikut pendakian. Total tim adalah 5 orang, terdiri dari 2 perempuan dan 3 laki-laki. Kami berangkat menggunakan mobil pribadi yang sudah kami sewa sebelumnya. Kami juga tidak lupa untuk berhenti di sebuah masjid untuk menjalankan solat Magrib dan Isya. Selama perjalanan, saya dan beberapa teman pun tertidur, hanya dua orang yang harus terjaga karena menyetir dan menemani yang menyetir. Waktu sudah menunjukan dini hari, perut kami pun sudah mulai memberontak. Kami lupa kalau kami belum mengisi perut kami sejak sore tadi. Kami pun berencana untuk mencari angkringan. Namun, sayang sekali beberapa angkringan yang kami temui sudah tutup sudah habis. Akhirnya kami terpaksa berhenti di daerah (lupa namanya) yang begitu ramai dengan kaki lima. Setelah urusan erut selesai, kami melanjutkan perjalanan kembali. 



Sekitar pukul 6 pagi, kami sampai di basecamp Gunung Lawu. Jalur pendakian yang kami pilih adalah jalur Cetho. Kami tidak langsung melakukan pendakian. Kami menunaikan solat Subuh (yang terlambat), bersantai, tidur sejenak, mengisi sarapan, dan membersihkan diri secara bergantian. Setelah semuanya dilakukan, kami pun mempersiapkan carrier masing-masing. Persiapan ini dilakukan agar tidak ada barang penting yang tertinggal atau barang yang tidak penting terbawa. Selanjutnya, kami pun mulai melakukan pendakian. Sebelum kami mulai berjalan, ritual doa pun kita lakukan. Selesai berdoa, kami mulai berjalan melewati Candi Cetho. Oh iya, di sini tidak hanya ramai oleh pendaki saja loh. Ada beberapa pengunjung yang datang hanya menikmati Candi Cetho yang terkena di sini. Jadi, jangan heran kalau setiap hari di sini selalu dipenuhi oleh pengunjung.

Sebelum masuk ke gunung, para pendaki diwajibkan untuk melakukan pendaftaran di pos basecamp. Sembari menunggu pendaftaran, beberapa dari kami memilih istirahat terlebih dahulu. Setelah selesai mengurus pendaftaran, kami pun mulai melanjutkan perjalanan. Awal perjalanan pun terbilang santai, bahkan terasa menyenangkan dan menyejukan dengan ditemanin suara air dan angin di sepanjang perjalanan. Di antara pos basecamp menuju pos 1, pendaki akan disuguhkan pemandangan sebuah candi yang bersejarah. Konon katanya, Gunung Lawu ini menjadi tempat sembayang sebuah agama. Selain itu, pendaki juga dapat melihat bentuk Candi Cetho karena jalur pendakian berada di samping candi tersebut. 


Sampai di pos 1. Kami memilih istirahat sejenak. Selain itu, kami juga berfoto bersama sebagai kenang-kenangan. Di pos 1 kami tidak menemukan pendaki lainnya sehingga dapat beristirahat dengan leluasa. Pos 1 ditandai degan sebuah bangunan kecil yang hanya beratap dan ada plang yang bertuliskan pos 1. Setelah cukup beristirahat, kami kembali berjalan. Perjalanan pos 1 ke pos 2 lumayan sedikit menantang. Beberapa kali, saya meminta istirahat karena terlalu lelah. Beberapa pendaki dari atas ikut menyemangati tim kami ketika berpapasan di jalan. Sesampainya di pos 2, suasana lebih ramai dibandingkan pos sebelumnya. Kami pun harus mencari posisi yang nyaman agar beristirahat bersama. Pos 2 sendiri memiliki keadaan yang sama dengan pos 1. Di pos 2 ditandai dengan sebuah bangunan kecil yang hanya beratap dan ada plang yang bertuliskan pos 2. Perbedaannya di sini lebih landai dan sejuk. Tidak heran kalau di sini banyak sekali pendaki yang sedang beristirahat. 



Perjalanan kami lanjutkan ke pos 3. Di pos 3 ini menjadi harta karun bagi semuan pendaki di Gunung Lawu karena memiliki sumber mata air yang sangat menyegarkan. Namun, perjalanan menuju ke pos ini benar-benar menguras tenaga. Saya pun sekuat tenaga untuk semangat mendaki walaupun lebih sering meminta istirahat hahahaha. Sesampainya di pos 3, saya lebih terkejut lagi karena suasana lebih ramai dibandingkan sebelumnya. Bahkan di sini ada beberapa tenda yang sudah dipasang. Sepertinya ada pendaki yang memang memilih camp  di sini. Waktu sudah menunjukan waktu solat zuhur, kami pun beristirahat dan beribadah. Jadi, kami cukup lama berdiam di pos ini. Setelah itu, kami kembali berjalan menuju pos 4. Menurut beberapa pendaki lainnya, jalur pos 3 menuju pos 4 menjadi jalur yang paling menguras tenaga dan waktu. Benar saja, hingga matahari terbenam kami masih ada di jalur pendakian menuju pos 4. Bersyukur bagi tim kami karena ada beberapa pendai yang senasib dengan kami. Bahkan ada satu pendaki yang bergabung dengan tim kami. Perjalanan pun lebih terasa santai walaupun sudah langit sudah gelap.



Tujuan utama kami adalah camp di sekitar sabana, sekitaran pos 5. Jalur menuju pos 5 kembali menguji kekuatan bahu dan lutut saya. Karena kondisi yang gelap, tangan pun menjadi mata kedua saya. Apalagi jalur yang menanjak dan licin karena sempat gerimis. Sejujurnya, saya sudah merasa lelah dan tidak sanggup lagi untuk melanjutkan. Bahkan rasa dingin pun sudah mula menusuk kulit. Namun, perasaan saya yang harus sampai di sabana meluluhkan rasa lelah saya. Akhirnya kami sampai di sabana. Saat itu sudah ada tenda yang berdiri dnegan pendaki yang saling mengobrol. Saya yang merasa tidak kuat lagi langsung merobohkan diri di sabana. Karena begitu lelah, saya tidak ikut serta membantu memasang tenda dengan tim. Ketika tenda sudah beres, saya juga langsung tidur. Sungguh badan rasanya tidak bisa lagi diajak untuk berkompromi. Hanya ingin memejamkan mata dan melupakan rasa lelah.



Pagi sudah datang, saya meilirik jam tangan dan waktu mennjukan waktu subuh. Beberapa teman belum juga bangun. Seiring berjalanannya waktu, matahari pun mulai menunjukan jati dirinya. Kami pun sudah bersiap untuk sarapan. Tenda yang semalam ramai terdengar hening karena penghuninya sudah melakukan summit. Rencana summit kami memang tidak sepagi itu, butuh waktu untuk menyegarkan badan setelah perjalanan malam yang kami lakukan. Sembari makan pagi, kami pun menikmati suasana pagi di sabana. Saya merasa senang bisa camp di sini. Mungkin saya akan merasa menyesal jika saya malah camp di pos 3. Keindahan sabana sungguh membuat saya takjub akan keindahan ciptaan-Nya. Beberapa kali lewat pendaki-pendaki lainnya, kami pun tak lupa untuk menyapa mereka yang hendak summit. Kami juga bertemu kembali dengan rombongan semalam. Mereka yang memilih camp di pos 4, datang menghampiri tenda kami dan bercerita banyak hal. 


Hal yang paling menyenangkan ketika melakukan pendakian sebenarnya bukan puncak gunung atau sunrise. Menurut saya, bertemu dengan orang-orang baru dan berbagi pengalaman menjadi buah manis di setiap pendakian. Selain itu, rasa kekeluargaan yang kuat muncul selama pendakian. Kami jelas tidak saling mengenal dengan tim pendaki lainnya, tetapi kita terasa lebih dekat dengan mereka. Ingatlah, jangan pernah menantang alam, tetapi diri kalian! Jangan lupa juga untuk bawa turun kembali sampah yang kamu buat!

Cerita pendakian Gunung Lawu akan dilanjutkan di part 2 ya!

You Might Also Like

4 comments

  1. Hi, salam kenal :)

    Seru banget mendaki Gunung Lawu.. enak ya kalau naiknya bisa lama dan camping dulu di beberapa spot perjalanan. Mungkin sehabis covid bisa kesampaian untuk mendaki lagi tapi dengan waktu yang lebih lama.. jadi bisa dinikmatin banget rasa pendakiannya hehe

    aku baca blog ini jadi kepengen naik Gunung lagi. Terakhir naik gunung juga setahun yang lalu ke gunung Prau :") terima kasih mbak Novi sudah membuatku jadi semakin kangen mendaki haha <3

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hi salam kenal juga Mba Aqmarina. Terima kasih sudah mampir dan membaca blog ini.

      Hal paling menyenangkan di gunung bukan sekedar puncak, tapi perjalannya yah. Semoga suatu hari Mba Aqmarina bisa ke Gunung Lawu lagi yah. :)

      Hapus
  2. Seru kali kak, jadi pengin mendaki hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya seru sekali. Semoga suatu hari bisa mendaki juga yah :)

      Hapus

Like us on Facebook