Ini rencananya: Pendakian ke puncak Gunung Papandayan, Garut. Ready or not? Awalnya sempat gamang nih, berasa di persimpangan. Satu sisi ketakutan akan orang di rumah dan sisi lain mengatakan selagi masih muda dan kuat. Beberapa hari berada di persimpangan, keputusan akhir pun diputuskan bahwa saya tekad untuk ikut pendakian ini. Sebelum hari pendakian datang, saya dan bebeapa teman saya berkali-kali melakukan rapat. Hal ini dilakukan untuk menentukan barang apa saja yang akan dibawa, siapa saja yang positif ikut, dan yang paling penting urusan duit. Masalah duit mah pasti sensitif banget deh. Setelah sudah ditentukan semuanya, kami semua tinggal menanti hari keberangkatan.
Akhirnya, hari keberangkatan tiba. Sekitar pukul 22.00 WIB kami sampai kaki Gunung Papandayan. Kami memilih beristirahat terlebih dahulu. Pendaki yang lain memang ada yang langsung mendaki, tp itu tidak kami lakukan karena jarak yang kami tempuh cukup melelahkan, kami menahan diri hingga pagi hari. Suasana dingin pun tak terhindar lagi ditambah dengan hujan rintik yang terus saja berjatuhan dan angin yang berdatangan menyapa kami. Entah bagaimana caranya saya pun tertidur dengan nyeyak. Ketika subuh sudah terasa, saya dan rombongan lain pun terbangun. Kami mulai menyiapkan peralatan untuk menuju pos dua. Di pos dua nanti kami akan memasang tenda dan akan bermalam kembali.
Pendakian pun dimulai. Setapak demi setapak kami naiki. Medan terlihat landai dan mudah dilalui. Batu-batu kapur membantu kami melangkah tapi sedikit berbahaya karna semalam sudah dibasahi hujan. Betapa kagetnya kami ketika melihat bapak-bapak yang menggendong tumpukan batu kapur yang dibawa dari atas hingga bawah. Katanya itu pekerjaan mereka yang nanti akan dijual hingga menghasilkan uang. Warbiasaaaa.... Setelah melewati bagian batu-batu kapur selanjutnya track yg kami lalui adalah hutan. Semakin jauh kami berjalan semakin sulit track yg dilalui. Kemiringan jalan yang semakin sempurna sempat membuat sya kelelahan. Bukan main sulitnya membawa tas dengan isi yg warbiasa. Keadaan jalan yg licin karna diguyur seharian kemarin pun ikut menambah kekhawitaran saya. Untung saja beberapa teman2 pendaki menolong kami para perempuan yg kesulitan.
Malam kedua, kami habiskan di sekitaran tenda dengan beristirahat dan makan bersama. beberapa di antara kami ada yang langsung tidur dan ada juga yang hanya mengobrol. saya sendiri memilih mengbrol dengan teman-teman. namun, ketika semakin malam ada satu peristiwa yang sedikit menegangkan. salah satu kelompok pendaki ada yang berteriak mengenai babi hutan. sontak beberapa pendaki profesional di kelompok saya langsung panik dan menyeruh perempuan lekas masuk tenda dan beberapa di antara mereka ada yang berjaga. Usut punya usut kedatangan babi hutan ini memang sangat diwaspadai dan kedatagannya itu dipicu oleh makanan-makanan yang dibawa oleh pendaki.
Matahari pagi mulai menyapa kami, saatnya bersiap untuk track selanjutnya, yaitu padang bunga edelweis. padang bunga edelweisini sangat dinantikan oleh pendaki gunung. bunga abadi ini memang menjadi daya tarik tersendiri apalgi terkenal dengan keabadianya. kami pun mulai berjalan semakin ke atas tanpa membawa peralatan. kami hanya membawa barang-barang penting, seperti kamera hahhaha. sebelum sampai ke padang bunga edelweis kami harus melewati hutan mati. sesuai dengan namanya hutan mati ini hanya dipenuhi dengan pohon-pohon tanpa daun atau bunga. benar-benar seperti hutan mati. Sebenarnya rencana awal kami itu ingin melihat sunrise di puncak teratas Papandayan, tapi karena kita kesiangan jadilah sampai di sini aja. Ya, setelah melewati hutan mati kami pun sampai di padang edelweis. di mana-mana semuanya ada edelweis. Di dekat tenda kita itu ada edelweis hanya saja tidak sebanyak di padang edelweis ini. Oh iya, jangan sekali-kali mencabut atau merusak edelweis yah. walaupun mereka sangat indah dan memiliki filosofi yang bagus, sebaiknya kita harus menjaga dan melestarikannya dengan baik. Ingat itu yah!!